CATATAN KHUSUS: MELAYANI MURID TUNA RUNGU 2

Jangan sampai seorang Guru Sekolah Minggu kesulitan atau karena keterbatasannya sampai mengabaikan murid yang memiliki kekhususan. Carilah cara untuk mengatasinya. Belajar bahasa isyarat, melakukan pendekatan khusus dan cari tahu dari berbagai sumber untuk melayani mereka dengan baik.

Berikut ini beberapa artikel, catatan yang sangat berharga dari seorang penulis yang mau berbagi pengalaman mereka. Terimakasih banyak untuk Mama Ellen dan Papa Ellen.

Koordinasi Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Proses Belajar Anak Tuna Rungu

(by: mama Ellen, edited by papa Ellen)

Kendala Ellen Peran guru Tim PP Teman Orang tua
Memahami percakapan di kelas Memberi tahu orang tua materi harian, kalau bisa >1 hari sebelumnya (untuk mencari gambar yg sulit diperoleh) • Menyiapkan Ellen sebelumnya• Mengulang lagi sesudahnya
Memahami instruksi guru Guru pendamping mengulang dengan bicara dekat telinga, volume normal, kalimat pendek, pointnya saja

jika belum mengerti:

• dengan gerakan tangan

• ditulis di buku catatan

Melatih di rumah sesuai catatan dari guru
Memahami pembicaraan teman Berbicara secara biasa (bertatap muka)

jika blm mengerti:

dengan gerakan tangan

Mengajar Ellen menjawab pertanyaan/ mengucapkan sesuatu Berbicara dekat telingajika Ellen sulit mengucapkan:• dibantu dengan Ellen melihat gerakan mulut• ditulis di buku catatan Melatih di rumah sesuai catatan dari guru
Pengucapan belum jelas Membetulkan pengucapan dgn teknik2 terapi wicara • Memberi masukan pada tim PP mengenai kata-kata baru yang sudah dimengerti Ellen, untuk dibetulkan pengucapannya• Membantu follow up dengan teknik auditori verbal
Keterbatasan vocab Menguji pemahaman berdasarkan laporan berkala dari orang tua • Memasok kosa kata2 baru dengan teknik auditori verbal, terutama yang sedang jadi materi di kelas

• Melaporkan pada tim PP secara berkala (mingguan)

Komunikasi Sehari-hari Anak Tuna Rungu

Dalam percakapan sehari-hari dengan kata-kata yang sudah “dimengerti” Ellen, bukan ketika sedang terapi atau mengajarkan kata/kalimat baru (maksud “dimengerti”: Ellen sudah paham yang kita maksud, walaupun kadang ia bisa merespon dengan kata-kata dan kadang belum bisa):

kita berbicara secara normal
(sebagaimana bicara dengan semua orang lain)

Karena untuk itulah Ellen dimasukkan ke komunitas umum supaya sedikit demi sedikit belajar sampai suatu saat bisa mengejar ketertinggalannya.

Jadi kami minta pengertian dan kerjasama semua pihak yang terkait dengan kehidupan sehari-hari Ellen (keluarga, pengasuh, guru sekolah, terapis wicara, guru sekolah minggu, teman-teman, tetangga) untuk:

1. Tidak memandang Ellen sebagai anak yang khusus jadi tidak perlu mengajaknya berkomunikasi dengan cara khusus (memperlihatkan gerak bibir, berbicara keras/teriak, bahasa isyarat/gerakan tangan)

2. Memahami keterbatasan komunikasi Ellen karena usia mendengarnya yang baru 2 tahun sehingga belum banyak kosa kata (tetapi perkembangan intelektualnya biasa) dan berbicara secara normal sebagaimana kepada anak yang masih sangat kecil, sambil memberi ruang kepada Ellen untuk mengejar ketertinggalannya.

Point 1 terutama sangat berat. Sulit sekali mengubah paradigma dan persepsi kebanyakan orang terhadap anak tuna rungu: Bahwa anak tuna rungu tidak bisa mendengar, sehingga harus bicara berhadap-hadapan dengan perlihatkan gerak bibir, dengan suara keras/teriak, dengan bantuan isyarat/gerakan tangan.

Syukurlah anggota keluarga di rumah sudah sama pandangan dan menerapkannya. Kalangan lain mudah-mudahan bisa segera menyusul.

Terapi Terpadu untuk Anak Tuna Rungu

Prinsip Dasar Terapi Ellen
(Terapi terpadu = terapi mendengar + terapi wicara)

1. Mendengar melalui telinga yang dibantu ABD, bukan karena melihat gerakan tangan atau gerakan mulut.

2. Keterbatasan si anak dalam merespon pembicaraan kita adalah karena belum mengerti kata/kalimat yang didengar (keterbatasan kosa kata, karena baru mulai mendengar selama 2 tahun), sehingga perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan. Tetapi bantuan inipun sifatnya hanya sesaat dalam rangka memasok kata baru, setelah kata tersebut dimengerti, bantuan visual dihilangkan.

3. Karena itu yang penting adalah memasok kosa kata ke telinga Ellen, tanpa menuntut dia segera/langsung dapat mengerti apalagi mengucapkan. John Tracy Clinic menuliskan: untuk dapat mengerti suatu kata si anak harus mendengar 100 kali, untuk dapat mengucapkan ia harus mendengar 1000 kali. Jadi sejak Ellen memakai ABD kami konsentrasi memasok dan memasok kata ke telinganya (saat bercakap-cakap normal, maupun saat spesifik mengajarkan kata-kata baru).

4. Teknik berbicara adalah dengan volume suara normal di dekat telinganya. Hal ini bertujuan agar suluruh konsonan dapat ditangkap. Bicara pada jarak yang lebih jauh dengan suara keras (berteriak) menyebabkan yang ditangkap hanya vokal saja.

5. Kami telah menerapkan point 1-4 selama 1 tahun dan telah terbukti menunjukkan hasil yang baik. Pada akhir tahun pertama, dia baru memiliki bahasa reseptif (paham beberapa kata yang kami ucapkan tanpa dia melihat gerak bibir, tapi dia belum bisa mengucapkannya), lalu setelah itu mulai muncul kata-kata pertamanya (walau pengucapan tidak sempurna, tetapi konsisten), dan langsung disusul dengan kata-kata berikutnya. Metode ini biasa disebut teknik auditory verbal. Ini yang kami terapkan…

6. Kendala yang muncul adalah pengucapan yang masih sangat lemah, karena itulah atas saran John Tracy Clinic kemudian Ellen dibantu terapi wicara (di suatu RS). Terapis wicara membantu membentuk pengucapan Ellen dengan teknik terapi wicara terhadap kata-kata yang sudah dimengerti Ellen tetapi belum bagus pengucapannya. Walaupun hanya 4 bulan (terpaksa quit karena tidak tertampung jadwal baru mereka yang hanya pagi–siang), pola ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Metode auditory verbal + terapi wicara ini biasa disebut auditory oral. Ini yang kami lanjut-terapkan saat ini (dengan bantuan terapis wicara di sekolah).

Catatan:
– Penelitian modern menyatakan hampir semua anak tuna rungu masih punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak secanggih implan koklea).
– Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu disertai bantuan visual: gambar & gerakan tangan (kadang tanpa bantuan akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal.(by: mama Ellen, edited by papa Ellen)

Sumber:

http://yefvie.wordpress.com/category/tuna-rungu/

http://tunarungu.wordpress.com/

3 respons untuk ‘CATATAN KHUSUS: MELAYANI MURID TUNA RUNGU 2

Add yours

  1. ada keinginan menjadi guru sekolah minggu…
    tapi masih terus bertanya, bertanya dan bertanya..
    masih takut kalau malah menyesatkan anak2 😦

    1. Kalau ada takutnya, itu baik. Berarti tidak memandang remeh pelayanan sebagai Guru Sekolah Minggu. Itu titik awal yang baik. Berdoa dulu, Teman. Takkan Tuhan membiarkan niatan mulia. Atau ada saran dari teman lainnya untuk Arnold86? Makasih sudah berkunjung & berkomentar. GBU.

Tinggalkan Balasan ke arnold86 Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: